Sejarah
Ekonomi Islam
Oleh: Wawan W. Nugraha, SE.
Perjalan Sejarah Islam-Barat Dari Abad
Ke Abad
Fase Pemikiran Ekonomi Islam
Adalah hal yang sangat sulit untuk dipahami mengapa para ilmuwan Barat tidak menyadari bahwa sejarah pengetahuan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, yang dibangun di atas fondasi yang diletakkan para ilmuwan generasi sebelumnya. Jika proses evolusi ini disadari dengan sepenuhnya, menurut Chapra, Schumpeter mungkin tidak mengasumsikan adanya kesenjangan yang besar selama 500 tahun, tetapi mencoba menemukan fondasi di atas mana para ilmuwan Skolastik dan Barat mendirikan bangunan intelektual mereka.
Sejalan
dengan ajaran Islam tentang pemberdayaan akal fikiran dengan tetap berpegang
teguh pada Alquran dan hadis Nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada
hakikatnya merupakan respon para cendekiawan Muslim terhadap berbagai tantangan
ekonomi pada waktu-waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi
Islam seusia Islam itu sendiri.
Berbagai
praktek dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasulullah saw dan
al-Khulafa al-Rasyidun merupakan contoh empiris yang dijadikan pijakan bagi
para cendekiawan Muslim dalam melahirkan teori-teori ekonominya. Satu hal yang
jelas, fokus perhatian mereka tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan,
efisiensi, pertumbuhan, dan kebebasan, yang tidak lain merupakan objek utama
yang menginspirasikan pemikiran ekonomi Islam sejak masa awal.
Berkenaan
dengan hal tersebut, Siddiqi menguraikan sejarah pemikiran ekonomi Islam dalam
tiga fase, yaitu: fase dasar-dasar ekonomi Islam, fase kemajuan dan fase
stagnasi:
Pengelompokan
Fase Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam
Fase
pertama merupakan fase abad pertama hingga kelima Hijriyah (abad ke-11 Masehi).
Pemikiran ekonomi dirintis oleh para fuqaha, sufi dan filosof. Pemikiran fuqaha
terfokus pada apa manfaat (maslahah) sesuatu yang dianjurkan dan apa kerugian
(mafsadah) bila melaksanakan sesuatu yang dilarang agama, bersifat normatif
berwawasan positif dan cenderung mikroekonomi. Kontribusi para sufi terletak
pada keajegannya dalam mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, tidak
rakus dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan Allah swt dan secara tetap
menolak penempatan tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi, bersifat
normatif berwawasan positif dan cenderung mikroekonomi. Fokus pembahasan
filosof tertuju pada konsep kebahagiaan (sa’adah) dalam arti luas,
pendekatannya global dan rasional serta metodologinya syarat dengan analisis
ekonomi positif dan cenderung makroekonomi. Beberapa tokoh fase pertama
diantaranya :
NO.
NAMA TOKOH FOKUS PEMIKIRAN
1. Zaid bin Ali
(w. 80 H/738 M) Keabsahan jual beli secara tangguh dengan harga yang lebih tinggi daripada jual beli
secara tunai.
2. Abu Hanifah
(w. 150 H/767 M) - Jual beli salam
- Pembelaan hak-hak ekonomi kaum lemah
3. Abu Yusuf
(w. 182 H/ 798 M) - Keuangan public
- Pembentukan dan pengendalian harga
4. Asy-Syaibani
(w. 189 H/804 M) - Konsep kerja
- Perilaku konsumen dan produsen
- Spesialisai dan distribusi pekerjaan.
5. Ibn Miskawaih
(w. 421 H/1030 M) Konsep Uang
Fase
kedua dimulai pada abad ke-11 sampai dengan ke-15 Masehi. Fase kedua dikenal
sebagai fase yang cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat
kaya.
Realitas politik ditandai oleh dua hal, yakni:
a. Disintegrasi pusat kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan terbaginya kerajaan ke dalam beberapa kekuatan regional yang mayoritas didasarkan pada kekuatan daripada kehendak rakyat
b. Merebaknya korupsi di kalangan para penguasa diiringi dengan dekadensi moral di kalangan masyarakat yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan yang semakin lebar antara si kaya dengan si miskin
Pada fase ini wilayah kekuasaan Islam yang terbentang dari Barat sampai Timur melahirkan berbagai pusat kegiatan intelektual. Beberapa tokoh fase pertama diantaranya:
NO. NAMA TOKOH FOKUS PEMIKIRAN
1. Al-Ghazali (w. 505 H/1111 M)
-
Perilaku konsumen
- Evolusi pasar
- Konsep Uang
- Pajak
2. Ibnu Taimiyah (w. 728 H/1328 M)
-
Konsep Harga
- Hisbah
- Keuangan Negara
- Konsep Uang
3. Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M)
- Keuangan public
- Konsep harga
- Konsep uang
- Teori produksi
4. Al-Maqrizi (w. 845 H/1441 M)
-
Konsep Uang
- Teori inflasi
Fase
ketiga dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 Masehi.. Fase kedua dikenal sebagai
fase tertutupnya pintu ijtihad (independent judgment). Para fukaha hanya
menuliskan kembali catatan-catatan para pendahulunya dan mengeluarkan fatwa
yang sesuai dengan aturan standar bagi masing-masing mazhab. Gerakan pembaharu
baru timbul pada dua abad terakhir yang menyeru untuk kembali kepada Alquran
dan
al-Hadis sebagai pedoman hidup. Tokoh-tokoh fase ketiga ini diantaranya:
1. shah waliallah (w.1176H/1762M)
2. Jamaluddin al Afhgani (w.1315H/1897M)
3. Muhammad Abduh (w.1320H/1905M)
4. Muhammad Iqbal (w.1357 H/1938M)
Kemunculan
Pemikiran dan Mazhab Ekonomi Islam Modern
Pada era modernis, ekonomi Islam mulai dirajut kembali untuk dimunculkan sebagai sebuah konsep ilmu teoritis maupun aplikatif. Pembagian mazhab alur pemikiran Ekonomi Islam muncul dalam tiga mazhab. Mazhab Baqir As Sadr, Mainstream, dan alternatif Kritis. Hal yang melatarbelakangi pembagian ketiga mazhab ini adalah adanya perbedaan pendapat akan adanya konsep apa dan bagaimana ekonomi Islam. Akan tetapi, belum secara pasti dapat dibuktikan bahwa aplikasi konsep dan teori ekonomi Islam di masyarakat saat ini adalah sudah cukup dinaungi oleh ketiga mazhab tersebut diatas.
Dalam
bahasan ekonomi Islam modern, Sudarsono (2008) membagi fase perkembangan ekonomi
Islam modernis dalam dua bagian . Fase pertama (sebelum 1970-an) kebanyakan
sarjana ekonomi Islam lebih condong pada pewacanaan pendekatan normatif dan
teknis kelembagaan. Sedangkan, fase kedua (1980) sarjana muslim lebih
memfokuskan diri pada usaha merumuskan aspek filosofis dan metodologi ekonomi
Islam.
Upaya pemunculan kembali ekonomi Islam ditengah masyarakat dunia dengan tawaran konseptual keilmuan dan sistem ekonomi yang seolah nampak baru mulai diupayakan secara masif semenjak abad modernis, khususnya seperti halnya yang telah terjadi di Indonesia, ekonomi Islam telah terasa masif semenjak munculnya kegiatan perbankan syariah di Indonesia yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia.
Upaya pemunculan kembali ekonomi Islam ditengah masyarakat dunia dengan tawaran konseptual keilmuan dan sistem ekonomi yang seolah nampak baru mulai diupayakan secara masif semenjak abad modernis, khususnya seperti halnya yang telah terjadi di Indonesia, ekonomi Islam telah terasa masif semenjak munculnya kegiatan perbankan syariah di Indonesia yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia.
Dalam
perkembangannya ekonom-ekonom muslim tidak menghadapi masalah perbedaan
pendapat yang berarti. Namun ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan
bagaimanakah konsep ekonomi Islam itu, mulai muncullah perbedaqaan pendapat.
Sampai saat ini, pemikiran ekonom-ekonom muslim kontemporer dapat kita
klasifikasikan setidaknya menjadi tiga mazhab, yakni:
• Mazhab Baqir as-Sadr, Baqr As Shadr
• Mazhab mainstream; Umar Chapra, As Siddiqi, etc.
• Mazhab Alternatif-kritis
Masing-masing dari ketiga mazhab diatas telah memiliki ciri menonjol yang bisa saling berkonfrontasi, sepertihalnya mainstream yang terlihat paling moderat karena sikapnya terhadap teori ekonomi konvensional yang tidak semata-mata dihapus, melainkan dipilah berdasarkan prinsip metodologi teori ekonomi Islam jika didapatkan sesuatu yang tidak salah dan dibolehkan atau dibenarkan maka hal itu dilaksanakan, dan apabila ada yang salah maka hal itu dihilangkan. Begitu juga sikapnya terhadap permasalahan pangkal dari sebuah teori ekonomi berupa scrachity (kelangkaan) yang titik tolaknya pada dasarnya sama, melainkan lebih pada pola distribusinya. Hal ini berbeda sama sekali dengan As Shadr, yang sampai tegasnya mazhab ini berpendapat bahwa jika, ingin dinamakan dengan ekonomi Islam, seharusnya tidak perlu pakai istilah ekonomi melainkan dengan istilah yang berubah total yakni iqtishoduna. Permasalahan ini, dikarenakan mazhab as Sadhr tidak menyetujui jika, permasalahan ekonomi adalah sama dengan konvensional yakni pada kelangkaan sumber daya. Sebab menurut mazhab ini, pada dasarnya Allah telah menurunkan secara jelas ayat yang menegaskan bahwa sumber daya yang ada itu pada dasarnya sudah cukup, tinggal bagaimana manusia mengolahnya dan mendistribusikannya. Sedangkan mazhab kritis, lebih pada analisa mendalam mengenai hasil temuan-temuan sistem ekonomi yang ada termasuk ekonomi Islam untuk dikritisi kembali dan secara terus menerus.
Diantara ketiga mazhab ini, jika dikaji berdasarkan teori dialektika dan sebuah kesatuan metodolgi bukanlah tiga teori yang sebenarnya layak untuk menimbulkan klaim hingga pada akhirnya menimbulkan terjadi konflik dialektika teori yang meruncing. Akan tetapi, dari ketiga mazhab ekonomi Islam ini, pada dasarnya memiliki sebuah kesatuan dan mampu untuk saling mengisi satu sama lain yang didasarkan dari peran teori yang diusung oleh masing-masing mazhab.
Sepertihalnya kekurangan pada mazhab mainstream yang cenderung mudah disalah persepsikan sebagai ekonomi minus riba plus zakat dapat untuk kemudian ditegaskan kembali oleh mazhab As Shadr dan dikoreksi secara terus menerus oleh alternatif kritis.
Teori pada dasarnya akan mengalami evolusi melalui pelestarian, inovasi, dan kepunahan, maka terdapat suatu proses evolusi dalam sejarah manusia. Proses ini ditandai dengan dua kecenderungan, yakni adanya keanekaragaman dan kemajuan. keanekaragaman mengacu kepada kenyataan bahwa jumlah dan aneka ragam masyarakat sangat meningkat, dan pola-pola adaptasi manusia semakin lama semakin berbeda-beda. Sementara kemajuan tidak mengacu kepada peningkatan kebahagiaan atau moralitas tetapi kepada perkembangan teknologi dan kepada perubahan organisasi dan ideologi yang terjadi bersamaan dengan perkembangan teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar