Produk
dan Jasa Bank Syariah
Oleh: Wawan W. Nugraha, SE.
Dari
hasil musyawarah (ijma internasional) para ahli ekonomi Muslim beserta para
ahli fiqih dari Academi Fiqh di Mekkah pada tahun 1973, dapat disimpulkan bahwa
konsep dasar hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam dalam bentuk sistem
ekonomi Islam ternyata dapat diterapkan dalm operasional lembaga keuangan bank
maupun lembaga keuangan non bank. Penerapan atas konsep tersebut terwujud
dengan munculnya lembaga keuangan Islam di persada nusantara ini.
Sepuluh tahun sejak diundangkannya pada Lembaga Negara, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bagi Hasil, yang direvisi dengan UU No. 10 tahun 1998, bank syariah dan lembaga keuangan non bank secara kuantitatif tumbuh dengan pesat. Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara : pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pegelola dana (mudharib) dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.
Sepuluh tahun sejak diundangkannya pada Lembaga Negara, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bagi Hasil, yang direvisi dengan UU No. 10 tahun 1998, bank syariah dan lembaga keuangan non bank secara kuantitatif tumbuh dengan pesat. Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara : pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pegelola dana (mudharib) dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.
Pada sisi pengerahan dana masyarakat, shahibul maal berhak atas bagi hasil dari usaha lembaga keuangan sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama, bagi hasil yang diterima shahibul mal akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan lembaga keuangan dalam mengelola dana yag dipercayakan kepadanya. Tidak ada biaya yang perlu digeserkan karena konsep bagi hasil bukan konsep biaya.
Pada penyaluran dana kepada masyarakat, sebagian besar pembiayaan Bank Islam disalurkan dalam bentuk barang dan jasa yang dibelikan Bank Islam untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang dan jasa telah ada terlebih dahulu. Dengan metode ada barang dahulu, baru ada uang maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang dan jasa atau mengadakan barang dan jasa. Selanjutnya barang yang dibeli/diadakan menjadi jaminan (collateral) hutang.
Produk
Pembiayaan (Financing)
Khusus
untuk produk berbentuk Surat Berharga / Efek dimasukkan sebagai aktiva
lancar (Marketable Securities) karena tingkat likuiditasnya di atas pembiayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar